Tajuk Inspirasi Indonesia,
tidak hanya membawa berkah bagi gurunya. Siswa periang ini sangat terkejut
ketika guruku dekati saat belajar. Semua terlihat jelas karena aku duduk didekatnya. Wajahnya berkeringat secara tiba-tiba. Bukan
karena siang yang sangat panas. Bukan pula suasananya diterpa ultraviolet yang
bersuhu tinggi. Kelas yang masih hening membuat percakapan kami begitu pelan.
Agak berbisik sehingga aku dan kawan-kawannya tidak terganggu. Namun gadis pandai ini
tidak patuh kesepakatan.
“Betulkah pak…”
“Wih, pelankan suaramu nak!”
“Oh, maaf pak. Aku kaget saja,
seperti tidak percaya saja.”
Waktu suting memang tinggal
seminggu. Kesediaannya sangat penting. Memastikan kesiapannnya. Kawan-kawan lain akhirnya mengetahui jika Dwi mewakili sekolahnya untuk wawancara singkat pada
acara Inspirasi Indonesia.
Kehadiran pak Suhardin dalam mengajar IPA di kelas kami menjadi
jalan berkah dari Allah untuknya. Bincang-bincang dilakukan untuk memastikan
kesiapan dirinya. Setiap harinya ada saja yang ditanyakan. Aku hanya memberikan
arahan sebisanya. Aku pun bingung. Pertanyaan yang akan diberikan padanya tidak
diketahui.
“Paling pertanyaannya, sekitar
suasana dan cara belajarmu di kelas.”
“Tidak di tanya tentang materi
pelajarannya?”
“Bisa juga iya.”
“Berarti aku harus belajar lagi? Materinya yang mana kira-kira?”
“Sudah, jangan bingung. Tidak
sejauh itu. Ini hanya berbagai pengalaman saja. Kamu tau kan, cara pak guru mengajar? Bagaimana perasaan serta pengalaman yang diperoleh setelah belajar?
Paling, sekitar itu.”
“Oh…”
Menjelang siang, tahap
wawancara diputuskan. Setelah Dwi melakoni perannya. Semua anggota tim
pengambilan gambar berpamitan. Aku mendampinginya ketika waktu yang genting itu. Beberapa bagian harus hilang. Lokasi selanjutnya
akhirnya berubah. Namun tidak bagi Dwi.
Ruang perpustakaan sekolah digunakan. Alasanya, selain sepi juga mendukung sudut pandang dan penataan ruangannya. Harapannya telah terwujudkan. Walaupun durasinya tidak lebih dari satu menit namun tidak berarti sesingkat itu menjalaninya. “Cat” dan “mulai” atau “oke” sering berulang terdengar. Dwi pun meminta maaf karena tidak biasa. Hampir pukul dua belas, semua berakhir. Hari yang Lelah baginya, walaupun tidak terasa bagi kami yang melihatnya. Sesaat kemudian, Dwi mendekati Sang Guru.
“Terima kasih pak…”
“Itu karena kamu mampu nak.”
“Bukan itu pak.”
“Tapi…”
“Bapak telah memberikan
kesempatan berharga dan tidak terlupakan.”
“Anggap itu rezeki dari Allah.
Bapak hanya perantaranya.”
Dia pun tersenyum lalu kami pamit
untuk masuk ke kelas kembali.
(Nsh, BuletinDigutalSeventeen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar